Bagaimana jika aku tidak baik-baik saja?
Kalo pertanyaan di atas kamu baca berulang-ulang. Apa jawaban yang terpantul dalam hati dan pikiran kamu?
Coba jujur, karena hal yang paling mahal tapi bermanfaat salah satunya yaitu: Jujur dengan diri sendiri.
Kita adalah bentukan dari sekeliling baik keluarga, teman, bacaan atau movie apa yang hampir selama hidup ini kita konsumsi.
Coba deh kamu berdiri di depan kaca, lihat ke cermin, kamu ini tipe orang yang insecure, needy atau pemberani? Secara gak langsung pola lingkungan itulah yang membentuk jati diri seseorang. Bisa gak diubah. Apa sih yang gak bisa selagi mau berusaha? Bisa. Cuma butuh struggle karena sifat tadi bukan datang secara lahir, tapi dibentuk.
Ayo kita selami lebih dalam apa saja yang mungkin sekiranya bisa membentuk kamu selama ini :
Makin kesini makin kritis
Setibanya di masa dewasa, apa yang terjadi kemudian di dalam hidupmu?
Satu per satu, kawan-kawan pamit, saudara pamit, orang tua pamit, bahkan cinta yang kamu sangka adalah bagian dari masa depanmu yang cerah itu juga pamit untuk membangun kehidupan baru bersama orang lain.
Dengan mereka semua meninggalkanmu, lantas mereka mengira jika kamu tak masalah dan baik-baik saja?
Ternyata tidak semudah itu.
Menutupi kesedihan di dalam hati dan memasang senyum terbaik di luar diri.
Hey, tidak ada satu orang pun yang ingin nampak rapuh di mata orang lain. Termasuk kamu dan aku?
Belum lagi segala pembahasan orang lain yang melibatkan diri. Misalnya:
- Minta doa pada ibumu, kasian yang orang tuanya udah gak ada mereka belum sempat berbakti lebih banyak.
Nyaris ya? Tapi ini nyata, aku pernah dengar di acara nikahan kawan yang waktu itu bilang hal mirip. Memangnya ada anak yang nyumpahin orang tuanya gak ada duluan?
Semua itu kan bukan pilihannya.
Hal-hal yang kaya gini baiknya pinter-pinter memang kuping kita nyumpelnya. Soalnya kalo sempat masuk ke hati dan kepikiran. Akhirnya?
Ya pingsan gara-gara gak kuat menanggung beban kehidupan. Gak ada yang bisa lebih menguatkan diri selain diri kita sendiri. Percaya sama Allah kalo yang maha kuasa lah yang mengetahui kekuatan diri kita ini sampai mana.
- Jodohmu mana, gak laku ya?
Ini hal kedua yang paling sering didengar. Kalo mau nurutin maunya orang mah, serba salah, serba kurang aja bawaan diri mah.
Belum ada jodoh yang ditanyain jodoh terus.
Udah punya jodoh yang ditanyain anak (kalo belum dapet anak)
Udah dapet anak yang ditanyain kepintaran anak (ko umur segini belum bisa begini begitu, gak kaya anak-anaknya orang)
Giliran anak sudah sekolah, udah bisa begini begitu (kenapa anaknya gak pinter)
Kenapa belum punya kerjaan?
Kenapa belum bantu disukseskan sama anak?
Kenapa belum punya mantu ... cucu?
Gak ada habisnya. See?
Kalo mau hidup aman, harus pinter-pinter masukin perkataan apa aja ke dalem kuping.
Harus pandai memilah omongan orang. Ini pelajaran yang gak diajarkan di sekolah mana pun. Hanya ada di pengalaman hidup.
Kurangi keinginan masa kini untuk kesenangan
di masa depan.
Pernah gak sih berfikir, umur hidup ini sampai di mana? Kebayangkan sama istilah anak sekarang yaitu YOLO (you only life one) banyak yang salah kaprah. Emang sih hidup itu cuma sekali, tapi bukan berarti masa depan gak dipikirin sama sekali.
Kita semua pasti punya impian, apapun itu. Pasti akan berusaha untuk mencapainya. Karena manusia yang gak bisa mencapai impiannya adalah manusia yang paling kasian, punya impian tapi gak pernah diusahakan.
Kurangin lah juga untuk selalu melakukan self reward yang berlebihan. Bukan gak penting, tapi secukupnya saja juga perlu kok.
Baca juga: [Review buku] Satu Hari Bersamamu
Hidup itu emang sekali, dan justru yang sekali itu harus diusahakan dengan sangat teliti. Kamu mungkin bisa memperbaiki kesalahan, tetapi akan selalu ada pembelajaran yang didapat, tetapi yang tidak akan pernah kembali adalah waktu percuma.
Self love or self reward boleh-boleh saja. Asal jangan sampai melebihi batas hingga jatuhnya malah menghamburkan atau malah justru menghutang? Ada loh.
Berusaha jujur dengan diri sendiri
Ada yang bilang, makin dewasa circle pertemanan makin mengerucut, mungkin hanya ada 1 atau 2 orang yang peduli dengan kamu. Semua teman punya kesibukan keluarga masing-masing jadi di masa ini, mungkin kamu harus pinter-pinter mencari pelampiasan perasaan yang waras dan tentunya terarah. Kenapa? Kalo gak, dengan mudah bisa terbawa arus dan entah ke mana tujuannya. sama kaya perasaan yang kamu alami selama ini ketika si dia sudah punya yang lain *abaikan
Zaman sekarang tuh semuanya sudah sangat termudahkan sekali ya. Kita harus berterima kasih kepada orang-orang jenius yang tentunya peduli dengan kemajuan teknologi, bisa bertemu dan dengan mudah terhubung ke seluruh dunia dengan melalui telepon genggam. Atau bisa via curhat ala-ala dear diary di buku pribadi, semua orang sih menurutku tipikal yang sukanya didengerin, tapi gak semua punya circle bagus untuk ada yang mendengarkan.
Ada yang jago bicara bisa alihkan ke podcast atau ngomong cas-cis-cus di channel youtube. Kalo bagi yang suka menyuarakan ucapan dengan tulisan kaya aku, bisa sembarang tulis di mana aja, by platform atau status kah, asal jangan corat-coret di dinding kamar mandi ya.
Segala sesuatunya harus ada output, apapun itu kalo kejiwaan dan perasaan sudah aman, maka hati bisa mudah dikendalikan. Karena manusia itu makhluk sosial, jadi komunikasi teramat penting untuk perkembangan diri.
Kesimpulannya, jujur sama diri sendiri itu penting gak sih? Banget. Mengenali hal oh ternyata kalau begini yang aku rasain ini, kalau begitu yang aku rasain itu. Harus belajar berdamai dengan diri sendiri, bukan apa-apa “its okay-okay aja” Tapi dalam hati ada masalah segede gunung yang harus ditanggung. Paling gak, kamu boleh gak ngomong ke manusia, tapi bicarakan hal itu ke Tuhan dan diri sendiri. Belajar mengenali ekspresi diri.
Itu sebuah hal yang penting. 😍
Jadi jawaban apa yang muncul jika kamu habis bertanya kepada diri sendiri “bagaimana jika aku tidak baik-baik saja?"
Komentar
Posting Komentar