[REVIEW BOOK] Lebih Senyap Dari Bisikkan By Andina Dwifatma
Judul:Lebih Senyap Dari Bisikkan
Penulis:Andina Dwifatma
Penerbit: Gramedia
Jumlah: 155 halaman
Aku baca di: Gramedia Digital
Deskripsi buku:
💓💓💓
Berat baca buku model kehidupan rumah tangga begini. Namun tulisan Andina mampu menyihirku untuk bertahan sampai halaman akhir. Sama seperti dia menyihirku untuk terpesona dengan buku pertamanya, 'Semusim dan Semusim Lagi' sayangnya buku pertama itu belum habis kubaca.
Bahasa dalam buku keduanya kali ini lebih vulgar, namun benar. Kehidupan Amara yang awalnya baik-baik saja didikte oleh Maminya dan sebagai anak dia merasa cukup berbakti. Kemudian, dia berniat untuk berdiri di kaki sendiri. Amara berani mengambil sebuah keputusan menikah dengan Baron–si lelaki penuh idealitas tentang kebebasan mengekspresikan diri. Meski urakan dan mirip anak yang tak punya harapan masa depan, namun sukses dalam dunia akademik membuatnya hampir digilai banyak wanita.
Begitulah cara Baron memesona Amara. Dengan keputusan saling mencintai yang membuat mereka mampu merintangi segala macam halangan. Termasuk menjauhi orang tua yang tak setuju dan juga Tuhan.
Memasuki tahun-tahun pernikahan mereka belum dikaruniai seorang anak. Dengan berbagai saran dari yang masuk akal sampai di luar nalar juga sudah dicoba. Namun tak berujung pada hasil apapun.
"Di akhirat nanti, kalau aku ketemu Tuhan akan kutanyakan kenapa Dia bikin tubuh perempuan seperti makanan kaleng. Kubayangkan di bawah pusar atau pantatku ada tulisan: Best Before: Mei 2026." (Kata Amara)
Perjalanan kisah cinta antara Amara dan Baron tidak selesai sampai di keinginan punya anak saja. Setelah itu, ternyata masih banyak lika-liku rumah tangga yang belum mereka cicipi. Mereka berjuang bagaimana caranya menjadi orang tua mandiri yang belum memiliki pengalaman dan tanpa bimbingan dari orang tua sendiri.
Amara yang telah melahirkan kini berubah menjadi ibu rumah tangga yang sesungguhnya. Mata sembab karena jam tidur mulai jomplang, cucian berantakan, rumah bagaikan kapal pecah, suami sibuk sama urusan pekerjaan. Tak ada jam bergantian jaga untuk Yuki–sang buah hati yang ternyata laki-laki.
BACA JUGA: [REVIEW BOOK] Legion by Julie Kagawa
Hingga Amara melambaikan bendera putih kepada sang Mami yang sudah lama dia tinggalkan sembilan tahun lalu. Untuk pertama kalinya Mami datang ke dalam rumah tangga mereka. Menitipkan pembantu bagi Amara agar tidak kewalahan dan menentukan agama yang akan dianut oleh Yuki.
Pernikahan mereka mulai memasuki klimaks cerita. Ketika teman lama Baron yang bernama Saliman memasuki kehidupan mereka. Saliman yang panjang umurnya dikarenakan nazar sang ibu yang ingin anaknya bisa sholat di kampung halaman kakek mereka. *Abaikan soal yang ini.😄
Setelah lama tak jumpa. Saliman ternyata sudah menjadi investment specialist. Hingga Baron tertarik untuk mengikuti bisnis investasinya, awal mula bermain aman, tapi lama-lama kebablasan. Keuangan Amara dan Baron di ambang kehancuran.
"Tiga puluhan itu umur paling menggalaukan. Terlalu dewasa untuk dibilang remaja, tapi terlalu muda untuk dikatakan tua. Di umur tiga puluhan juga orang biasanya baru mulai sadar bahwa mereka enggak punya apa-apa, padahal sudah bekerja di atas lima tahunan. Ini masa-masa mereka bertanya-tanya, lho, selama ini duit gue ke mana ya?" (Kata Saliman)
Sosok Baron di sini menjurus kepada keinginan pribadi tanpa mengkhawatirkan istri dan anak. Memang awalnya ingin membahagiakan namun kelewat batas karena terlalu serakah. Baron punya sifat jelek dalam relationship bahkan semenjak masih pacaran. Kata anak sekarang namanya 'Silent Treatment' kalau lagi ada masalah suka diem di dalam gua pribadi tanpa dibicarakan dengan orang lain. Ya, laki-laki memang suka begitu. Tapi tidak melarikan diri, kalau si Baron hobinya kabur. Walaupun tetap kembali, tapi sayangnya untuk kali ini dia tidak membawa solusi malah semakin menjadi.
Kehidupan Amara yang awalnya serba ada dan berkecukupan. Jatuh kasta ke kelas lingkungan kontrakan. Amara jadi bekerja, sedangkan Baron mengurusi Yuki di rumah untuk sementara. Kehidupan berlanjut terus begitu. Sampai kepala Yuki digigit tikus sebesar kucing di kontrakan. Amara yang melawan stres sejak awal, kini sudah tak sanggup menahan.
Di atas ranjang rumah sakit. Amara melakukan sebuah tindakan tega kepada si buah hati. Untung saja segera diketahui Macan--tetangga kontrakan yang mengantar mereka. Semenjak kejadian itu, Mami turun tangan lagi di kehidupan Amara dan kini ada tambahan Yuki.
"Pernikahan itu versi manis dari perbudakan. Kalau aku menikah dengan si Advent (btw ini Duda punya anak), aku akan mengurus dia, anak-anaknya, orang tuanya, para ipar, setiap hari, terus menerus, sampai aku mati. Belum lagi dikomentari tetangga. Laki-laki tua kalau mendapatkan istri yang masih muda akan dipuji, sementara perempuan mudanya akan dibilang bego atau mengincar harta. Aku akan jadi pihak yang memberi dan berkorban paling banyak, tapi buat apa?" (Kata Macan)
Pertanyaannya di manakah Baron berada? Aku mengira rumah tangga mereka akan baik-baik saja. Memang sudah surut, namun akan ada pasang setelahnya. Dugaanku ternyata salah. Setelah Baron menjual semua koleksinya yang berharga dan memberikan uang senilai lima belas juta rupiah kepada Amara. Ternyata kuncup cinta di hati Amara semakin menciut.
BACA JUGA: [REVIEW BOOK] SOLDIER - By Julie Kagawa
Novel ini terasa sangat menyentuh bagi kehidupan perempuan. Mulai dari rasa jatuh cinta yang berbunga-bunga tak karuan. Menentang orang tua karena tak menyetujui. Pengorbanan mendapatkan seorang anak. Suka-duka hamil dan melahirkan. Rotasi malam dan siang yang kebolak-balik karena mengurusi balita. Belum lagi urusan sama suami. Urusan sama orang tua dan mertua. Ekonomi juga terlibat. Jadi satu campur aduk.
Ada ikatan lebih pada hubungan Amara sebagai anak semata wayang dengan Mami–si orang tua tunggal sekaligus pekerja keras. Ikatan antara seorang ibu dengan anak perempuannya. Setega apapun anak tersebut, seorang ibu pasti akan menerima kembali anaknya. Juga serumit apapun kehidupan seorang anak, sosok orang tualah terutama ibu yang akan mereka cari untuk kembali. *Di sini aku rada baper, tapi untungnya nggak laper–abaikan.
Kerennya di novel ini bukan kaya kehidupan yang 'happily ever after' ala Cinderella begitu. Semuanya masuk sampai ke bagian yang memang cocok banget sama kehidupan nyata begitu, loh!
Kalau kamu udah baca buku ini belum, Gez?
Komentar
Posting Komentar