[ REVIEW BOOK ] Man Search For Meaning - by Viktor E. Frankl
Penulis: Viktor E.Frankl
Penerbit: Noura Book Publising
Tahun terbit: 2019 (Terjemahan)
Tebal buku: 256 halaman
Aku baca di: Play Book
Deskripsi:
Viktor Frankl pernah berada di empat kamp kematian Nazi yang berbeda, termasuk Auschwitz, antara tahun 1942 dan 1945. Dia bertahan hidup, sementara orangtuanya, saudara laki-laki, dan istrinya yang tengah hamil akhirnya tewas dalam kamp. Di dalam keganasan dan kekejian kamp, Frankl yang juga seorang psikiater belajar menemukan makna hidup. Menurutnya, kita tidak dapat menghindari penderitaan, tetapi kita dapat memilih cara mengatasinya, menemukan makna di dalamnya, dan melangkah maju dengan tujuan baru.
Teori Frankl, yang dikenal sebagai logoterapi, menjelaskan bahwa dorongan utama kita dalam hidup bukanlah kesenangan, tetapi penemuan dan pencarian dari apa yang secara pribadi kita temukan bermakna. Banyak orang terinspirasi dari kisahnya dan menjadikan buku ini sebagai satu dari sepuluh buku paling berpengaruh di Amerika dan telah dicetak ulang lebih dari 100 kali dalam edisi bahasa Inggris.
Ini adalah buku yang sangat membuatku penasaran membaca. Siapa yang tidak tahu Kamp Konsentrasi di Auschwitz? Siapa pula yang tak tahu tentang Adolf Hitler? Mengenai perang dunia kedua.
Dalam buku ini Viktor E.Frankl sang dokter psikiater membagikan pengalaman luar biasa yang dia dapatkan dalam kamp dan berhasil keluar hidup-hidup. Selama tiga tahun hidup dalam neraka dan kekurangan gizi. Bahkan sedetik ke depan tidak tahu apa yang kelak terjadi pada dirinya kematian terasa sedekat nadi.
Buku ini dibagi dalam dua BAB besar yaitu Pengalaman di Kamp Konsentrasi dan Penjelasan Logoterapi secara ringkas.
"Dia yang punya alasan MENGAPA harus hidup akan mampu menanggung segala bentuk BAGAIMANA caranya hidup."
"Tugas terbesar manusia adalah mencari makna dalam hidupnya."
Frankl melihat ada tiga kemungkinan sumber makna hidup: dalam kerja (melakukan sesuatu yang penting) dalam cinta (kepedulian pada orang lain) dan dalam keberanian di saat-saat sulit. Penderitaan itu sejatinya tidak memiliki makna karena kitalah yang memberi makna pada penderitaan melalui cara kita menghadapinya.
Kekuatan di luar kendalimu dapat merampas segala milikmu kecuali satu hal, kebebasanmu untuk memilih caramu menanggapi sesuatu. Kau tak dapat mengendalikan apa yang terjadi dalam hidupmu, tetapi kau selalu bisa mengendalikan apa yang kau rasakan mengenai dan lakukan terhadap apa yang terjadi padamu.
"Jangan jadikan kesuksesan sebagai tujuan–semakin Anda jadikan kesuksesan sebagai tujuan dan target utama, semakin Anda akan menjauh darinya. Sebab sukses, sebagaimana kebahagiaan, tidak dapat dikejar; ia niscaya akan terjadi dan hanya akan terjadi sebagai efek samping dari pengabdian pada tujuan yang lebih besar ketimbang kepentingan diri sendiri atau sebagai hasil sampingan dari pelayanan seseorang pada selain dirinya sendiri. Kebahagiaan pastilah terjadi, dan hal ini juga berlaku pada kesuksesan: Anda harus membiarkannya terjadi dengan tidak usah memedulikannya. Saya ingin Anda mendengarkan apa yang diperintahkan hati nurani Anda lakukan dan melaksanakan sebaik yang Anda bisa. Maka Anda akan melihat bahwa dalam jangka panjang–saya katakan, dalam jangka panjang!--kesuksesan akan mengikuti tepat di belakang Anda karena Anda telah lupa untuk memikirkannya."
- BAB Pengalaman di Kamp Konsentrasi
Pada bagian ini, Dr.Viktor menerangkan pengalaman pribadinya yang menjadi tawanan Nazi. Sebuah neraka dalam dunia nyata dan dia dipaksa untuk menghadapinya. Sejak kereta membawa gerombolannya ke depan pintu gerbang Auschwitz. Jantung semua orang berhenti berdetak. Auschwitz–nama yang mewakili semua bentuk kengerian: kamar gas, kamar pembakaran mayat, pembantaian massal, perbudakan dan kematian.
Ketika nama, jabatan, sanak famili, sudah tidak lagi berharga. Setelah turun dari kereta mereka dibagi menjadi dua golongan yaitu kanan dan kiri. Golongan kiri terdiri dari orang tua, orang cacat tubuh, orang sakit, anak-anak, dan mereka yang dirasa tidak mampu bekerja akan dikirim ke kamar gas, langsung mati. Sedangkan kelompok kanan dipaksa bekerja sampai mati.
"Kita pada akhirnya mengenal manusia sebagaimana adanya. Bagaimanapun juga, manusia adalah makhluk yang menciptakan kamar gas di kamp Auschwitz. Namun manusia pulalah makhluk yang masuk ke dalam kamar gas itu."
Awal mula masuk ke Auschwitz semua orang masih menggunakan simpati mereka. Jadi mereka akan memalingkan wajah ketika ada teman mereka ditendang atau dipukuli. Namun lama-kelamaan sikap apati dalam diri mereka muncul yang menjadi naluri bertahan hidup. Apati yaitu menumpulnya segala emosi yang membuat seseorang tidak memedulikan apa pun. Salah satu gejala yang muncul sebagai reaksi psikologis fase kedua yang membuat seorang tawanan tidak lagi peka terhadap siksaan yang dialami dari hari ke hari, jam demi jam.
Waktu istirahat di Auschwitz, sirine akan berbunyi pukul 09:30 atau 10:00 dan jatah roti yang masih tersedia akan dibagikan. Namun jika tidak yang dimakan hanya semangkuk sup encer yang lebih banyak kuahnya. Para tawanan biasa menjadi dua golongan dalam menghabiskan roti, kelompok pertama menghabiskan roti mereka sekaligus. Sedangkan kelompok kedua membagi roti mereka dalam dua bagian dan sebagian lagi disimpan untuk nanti atau bisa ditukar dengan sesuatu yang dibutuhkan. Keadaan demikian yang membuat para tawanan sangat kekurangan gizi. Ditambah lagi pekerjaan yang berat.
Banyak pula para tawanan yang menyerah dengan keadaan karena sudah tidak bisa melihat adanya harapan untuk keluar hidup-hidup. Karena makna hidup berbeda untuk setiap manusia dan berbeda pula dari waktu ke waktu. Karena itu kita tidak bisa merumuskan makna hidup secara umum.
"Seseorang yang membiarkan dirinya hancur karena dia tidak bisa melihat adanya sasaran di masa depan, akan mendapati dirinya memikirkan masa lalu."
"Penderitaan manusia bisa dianalogikan dengan perilaku gas. Jika sejumlah gas dipompakan ke dalam ruangan kosong yang tertutup maka gas tersebut akan mengisi seluruh ruangan secara merata, seberapa pun besarnya ruangan tersebut. Begitu pula penderitaan, dia akan mengisi jiwa dan pikiran sadar manusia, tanpa peduli besar atau kecilnya penderitaan itu. Karena itu 'ukuran' penderitaan manusia bersifat amat relatif. Dan mirip dengan itu, hal-hal sepele pun dapat memberikan kebahagiaan yang amat besar."
Baca juga: [SPOILER REVIEW] Atomic Habits by James Clear.
"Apapun bisa dirampas dari manusia, kecuali satu: kebebasan terakhir seorang manusia–kebebasan untuk menentukan sikap dalam setiap keadaan, kebebasan untuk memilih jalannya sendiri. Dan pilihan-pilihan seperti itu selalu ada. Setiap hari, setiap jam, kesempatan untuk memilih selalu datang, kesempatan untuk memutuskan, apakah Anda mau atau menolak menyerah pada kekuatan yang siap merampas kebebasan terakhir Anda, kebebasan batin yang akan menentukan apakah Anda mau dipermainkan oleh keadaan, menolak kebebasan dan martabat, dan lebur menjadi tawanan lain."
Jika hidup benar-benar memiliki makna, maka harus ada makna di dalam penderitaan. Karena penderitaan merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia, meskipun penderitaan itu merupakan nasib dalam bentuk kematian. Tanpa penderitaan dan kematian, hidup manusia tidak sempurna.
Cara manusia menerima nasibnya dan semua penderitaan yang berkaitan dengan nasib tersebut, cara dia memanggul bebannya, memberinya cukup kesempatan–bahkan dalam situasi yang paling sulit sekalipun–untuk memperdalam makna hidupnya. Dia bisa tetap berani, bermanfaat, dan tidak mementingkan diri sendiri.
Jika kemustahilan untuk menggantikan dirinya disadari, maka akan muncul tanggung jawab dari orang tersebut terhadap hidup dan kelangsungan hidupnya. Seorang manusia yang menyadari tanggung jawabnya terhadap manusia lain yang menunggunya dengan kasih sayang, atau tanggung jawabnya terhadap pekerjaan yang belum selesai, tidak akan pernah bisa mengabaikan hidupnya. Dia tahu mengapa ia hidup dan akan mampu menghadapi bagaimana dalam bentuk apapun.
Tidak ada sesuatu kekuatan pun di bumi yang bisa merampas darimu pengalaman hidup yang sudah kamu jalani. Tidak hanya pengalaman, tetapi juga semua perbuatan kita, gagasan hebat yang mungkin pernah kita pikirkan dan semua penderitaan kita, semua itu tidak akan hilang, meskipun sudah berlalu, semuanya bisa dihidupkan kembali. Sesuatu di masa lalu itu juga suatu bentuk kehidupan, malah barangkali kehidupan yang paling pasti.
Pengalaman puncak dari semuanya untuk orang-orang yang kembali ke rumah adalah munculnya perasaan indah, bahwa setelah semua penderitaan yang dia jalani, tidak ada lagi yang perlu dia takutkan kecuali Tuhan-Nya.
- Bab berikutnya membahas Logoterapi secara ringkas
Jadi Dr.Viktor ini punya teori tersendiri untuk psikiaternya yang dinamakan Logoterapi. Tulisan sebelumnya mengenai Logoterapi ini sudah dia tinggalkan ketika masuk ke Auschwitz. Bahkan nyaris terlupakan karena bertahan hidup di sana jauh lebih penting bahkan harapan hidup saja sudah setipis kabut pagi. Kemudian Dr.Viktor punya kekuatan lagi untuk kembali menyusun ulang tulisannya dari potongan-potongan kertas yang dia temukan, pelan-pelan harapannya timbul, agar ketika dia berhasil keluar hidup-hidup dari Auschwitz semua teorinya bisa dibukukan.
Dalam buku ini, dia menjelaskan hanya secara ringkas mengenai
Logoterapi tadi. Sedangkan naskah aslinya masih tertulis seperti awal yaitu
bahasa Jerman. Di dalam Logoterapi, seorang pasien akan dihadapkan dan
diarahkan ke arah makna hidupnya.
Karena makna hidup bisa berbeda antara manusia yang satu dengan lainnya dan berbeda setiap hari bahkan setiap jam. Oleh karena itu yang penting bukan makna hidup secara umum, melainkan makna spesifik dari hidup seseorang pada suatu saat tertentu.
Orang sebaiknya tidak mencari makna hidup yang abstrak. Setiap manusia memiliki pekerjaan dan misi untuk menyelesaikan sebuah tugas khusus. Dalam kaitan dengan tugas tersebut dia tidak bisa digantikan dan hidupnya tidak bisa diulang. Karenanya setiap manusia memiliki tugas yang unik dan kesempatan unik untuk menyelesaikan tugasnya.
Makna hidup dalam diri seseorang akan selalu berubah, tapi tidak akan pernah hilang. Menurut Logoterapi ada tiga cara yang bisa ditempuh manusia untuk menemukan makna hidup. Pertama, melalui pekerjaan atau perbuatan. Kedua, dengan mengalami sesuatu atau melalui seseorang dan ketiga, melalui cara kita menyikapi penderitaan yang tidak bisa dihindari.
Dalam banyak hal penderitaan tidak lagi menjadi penderitaan ketika dia sudah menemukan maknanya, misalnya makna dari sebuah pengorbanan.
Ini yang perlu ditegaskan, penderitaan selalu diperlukan dalam upaya manusia mencari makna. Namun saya tegaskan bahwa penderitaan yang dimaksudkan adalah yang tidak bisa dihindari. Jika penderitaan itu bisa dihindari maka hal yang harus dilakukan adalah menghilangkan penyebab penderitaannya, baik yang bersifat psikologis, biologis, atau politik. Menderita secara tidak perlu bukan kepahlawanan tapi menyakiti diri.
Buku ini aslinya banyak banget yang perlu digaris bawahi. Semua terasa penting. Aku juga sangat senang membaca sejarah tentang Auschwitz. Bahkan dari gambar-gambar yang terlampir beberapa apakah kamu tidak bisa merasakan suasana di baliknya? Sebenarnya masih banyak lagi buku yang membahas mengenai Auschwitz dan tentunya masuk ke TBR-ku juga. Kalau kamu sudah baca buku ini belum, Gez? 💓
Komentar
Posting Komentar