[REVIEW BOOK] AL MASIH PUTRA SANG PERAWAN - BY TASARO G.K
Penulis: Tasaro G.K
Penerbit: Bentang Pustaka
Tahun terbit: 2020
Tebal buku: 456 halaman
Aku baca di: Pinjam Perpustakaan
Deskripsi:
Ribuan tahun lalu, seorang anak manusia lahir
secara mukjizati dari rahim seorang perawan. Kisahnya dituturkan dalam banyak
kitab. Sosoknya dikenal dalam beragam sebutan: Al-Masih, Sang Mesias, Kristus.
Gesu, seorang Italia, tiba di Batavia dengan misi mencari relikui suci gereja yang hilang. Tak disangka, dia justru terlibat dalam pusaran politik agama dan kekuasaan yang rumit. Sementara itu, dia berjumpa dengan Saathi, gadis Jawa Muslim bermata biru, yang terperangkap dalam jerat perbudakan di Batavia. Perjumpaan tersebut tak sekadar memunculkan simpati dalam diri Gesu, tetapi juga memperkenalkannya terhadap sisi lain Sang Mesias, pemilik relikui suci, yang belum pernah diketahuinya.
Al-Masih: Putra sang Perawan, sebuah novel yang mengangkat kisah Al-Masih dari perspektif Islam, Kristen, dan Yahudi. Berpadu dengan kelindan intrik kolonialisme dan dinamika para pengiman agama di bumi Nusantara, novel ini patut dibaca untuk mengajarkan makna keyakinan di tengah krisis kemanusiaan.
Di buka oleh tokoh bernama Matteo de Gesu, seorang lelaki pengembara dari Italia. Dia sedang berkisah menyampaikan asal pertama kelahiran Yesus dalam agama Nasrani.
Setting latar tempat pada novel yaitu di Batavia zaman penjajahan Belanda–untuk cerita si Gesu dan kawan-kawannya. Sementara untuk kisah Al Masih sendiri, tentu saja dari zaman nabi Zakaria di Mekkah.
Pembuka cerita yang disampaikan oleh Gesu adalah Palestina Utara, Abad ke 1 Sebelum Masehi. Di sana pembaca diajak untuk berkenalan dengan Yoakhim dan Hanna yaitu pasangan suami istri yang taat dalam ajaran Yahudi dan meyakini kalau suatu saat nanti kehadiran Al Masih pasti datang.
Jadi Yoakhim dan Hanna ini adalah orang tuanya Maria. Sudah lama mereka menanti kehadiran seorang anak. Kemudian oleh Tuhan dikaruniakan Maria kepada mereka. Ini ada riset sendiri penulisnya yaitu di dalam injil kelahiran Maria (Injil Apokrifa).
Novel ini menggunakan POV 3 Serba Tahu. Jadi ada beberapa kata yang asing, kemudian dijelaskan oleh penulis secara detail. Meskipun jujur aja aku agak pusing dengan campuran bahasa di dalamnya, seperti bahasa china, melayu, papua, di mana mereka kalau bicara kan, suka pakai logat sendiri bukan pakai bahasa baku dan jauh banget dari KBBI tentunya😅
Pertemuan Gesu dengan Saathi—gadis jawa bermata biru. Punya adik dua bernama Byoma dan Mletik. Saathi dan adik-adiknya beragama Islam. Dalam chapter pembuka pada karakter Saathi, dia sedang bercerita tentang Keluarga Imran sekaligus istri Imran yang mengandung tanpa ditemani oleh Imrannya, sebab Imran sudah lebih dulu dipanggil Pencipta. Tahu kan, siapa nama Imran dan Istrinya kalau di dalam cerita Nasrani tadi? Nah, ini semacam padanan cerita dari setiap agama. Bedanya bukan Islami banget, sih. Karena dahulu Islam belum ada. Jadi mereka masih mengikuti ajaran Taurat Nabi Musa. Nah, pas kelahiran Maryam dari Istri Imran ini. Itu pada zamannya Nabi Zakaria. Jadi Maryam akan dititipkan ke Nabi Zakaria untuk melayani Tuhan di Bait Suci. Sebuah janji yang Imran dan Istrinya buat.
"Kelahiran Maryam sejak semula memunculkan persoalan. Meski tak sesuai dengan desas-desus perihal Al Masih akan lahir dari Istri Imran, disebabkan Maryam bukan laki-laki, tetap saja keyakinan itu masih hidup di masyarakat. Jangan-jangan, jika bukan anak Imran yang menjadi Al Masih, maka anak dari putri Imran-lah yang akan menjadi sosok suci yang dinanti Bani Israil itu. Sebagian orang mempercayai bahwa Imran seorang Nabi. Sedangkan Zakaria adalah penggantinya."
Setibanya Gesu di Batavia dia tinggal di dalam tembok yaitu bahasa bagi orang-orang tinggal di Kota. Batavia adalah kotanya. Sedangkan bagian luar tembok bernama Ommelanden. Gesu hendak mempunyai surat izin untuk pergi keluar tembok sebab ada urusan yang harus dia penuhi. Gesu diberi misi untuk mencari pusaka umat Katolik yang dicuri dari Milan dan diperdagangkan di Batavia.
Sementara Saathi mencoba peruntungan di Ommelanden mengamen bersama kedua adiknya. Namun, mereka punya hutang pajak dengan Kompeni karena mengamen sebanyak 10 ringgit setara dengan harga 2 kerbau yang dimiliki Saathi. Kerbaunya sudah dijual, uangnya tak datang. Karena kena tipu akibat terlalu percaya.
Mereka bertiga berpisah. Meletik diangkat murid oleh Baba Nioto–seorang tabib cina yang memakai metode penyembuhan dengan tumbuhan alami. Sementara Saathi menjadi budaknya nyonya Kompeni–Lyzbeth van Hoorn, dan Byoma disodorkan ke panti asuhan.
Beralih ke Gesu, dia sudah membeli budak Domingus dan Ventura karena disiksa oleh majikannya sehabis membantu Gesu kabur ke luar tembok kota tanpa surat izin.
Karena Saathi tidak bisa kemana-mana maka Gesu yang menyambangi Meletik juga Byoma. Terkadang Gesu juga sering bertemu dengan Saathi meski tidak nampak saling mengenal.
Puncak konflik dalam novel ini yaitu tibalah kekacauan di Ommelanden, datangnya pasukan Ambarawa yang dua puluh tahun lalu menjadi pasukan penyembah setan, pemakan mayat, pembuat kehancuran di mana-mana. Pasukan itu datang kembali karena ternyata Kompeni bekerja sama dengan mereka. Nasib Batavia dan orang-orang Ommelanden kini di ambang kehancuran. Sementara Saathi tengah mengumpulkan cara bagaimana bisa bersatu lagi dengan adik-adiknya melalui Sastra Gending yang rupanya disukai oleh Gubernur Batavia.
Ending cerita yang menggantung sebenarnya lebih ke arah ingin mengetahui apakah Saathi berhasil berkumpul kembali dengan adik-adiknya meski keadaan sedang parah-parahnya ditambah lagi kondisi yang menyebabkan Saathi dibenci oleh majikannya sendiri? Kelanjutan dari buku ini yaitu Al Masih Putra yang Diurapi–buku keduanya.
Kalau ending cerita dari kisah Maryam itu sampai ketika dia melahirkan Al Masih, ada versi Katolik dan Islam. Buku karya Tasaro G.K ini memang sarat akan makna, meskipun diselingi dengan cerita sampingan, tetapi tidak melunturkan esensi daripada cerita intinya.
Baca juga: [REVIEW BOOK] Funicula Funiculi - Toshikazu Kawaguchi
Sama seperti seri Muhammad Penggenggam Hujan, nah series itu kan membahas banyak mengenai Rasulullah, meski diselingi juga dengan cerita sampingan supaya tidak monoton. Jadi kita baca sejarah sambil membaca buku fiksi, tidak ngebosenin begitu bahasanya. Meskipun ya pasti harus hati-hati karena tidak semua cerita seratus persen orisinil, beberapa ada yang hanya direka-reka guna untuk memaniskan fakta.
Jadi kalau mau dibilang, apakah buku ini layak dibaca? Iya, jelas dong, pastinya layak. Meski itu tadi, aku sempat reading slump bahkan 'selingkuh' bacaan beberapa hari karena capek baca dialog yang campur aduk pakai bahasa daerah. Lumayan loh ngeselinnya, apalagi kalau udah masuk dialognya Baba Nioto, yang dikit-dikit pakai, "Haiah, lu olang ya lama-lama owe hajal juga ya, haiah." Pokoknya gitu dah, kan kita yang baca nadanya jadi ikutan berubah juga gak sih. 😄
Kalau kalian sudah baca buku Al Masih Putra Sang Perawan ini belum, Gez? 😍
Komentar
Posting Komentar